Butuh belasan kilo tepung untuk sampai pada rasa dan tampilan yang kok rasanya saya jatuh cinta hihihi.. Mirip hidup ya.. gagal itu bukan berarti salah jika mau berhenti. SEJENAK saja.
Warning alert. Mungkin akan panjang. Yang pengen baca siapkan tempat selonjoran ahahaha. Yang udah wegah, mangga di skip ajaa 😉
Saya suka banget makan donat. Seperti ada chemistry gitu sama si bulet yang kini kadang tanpa bolong tengah ini. Hahaha. Waktu masih hidup di Jepara di mana tinggal deket pasar dan banyak juga yang jualan online donat, rasanya mudah sekali kalau pengen makan. Karena sekarang jauh dari pasar, juga yang jual tak sebanyak di Jepara, akhirnya nyemplung dan mendalami lagi urusan ulen mengulen adonan dengan ragi ini.
Dulu sekali waktu masih kuliah di Bogor dan kondisi kepepet, pernah merasakan ngadon jam 3 pagi, bikin donat kentang (hasil sinahu sebentar sama Mamanya Dek Diva waktu liburan ke sana dan menyaksikan perjuangan Om dan Bulik berjibaku dengan adonan). Donat2 ini dijual di kelas dan kostan. Alhamdulillah cukup untuk nambah uang jajan.
Sekarang, ilmu, tren, dan bentuk donat sudah mengalami kemajuan. Kalau dulu donat topping gula halus dan meises atau keju sudah biasa dilihat, sekarang toppingnya sangat beragam, dari yang pakai cokelat warna warni, glaze, bentukan jd bomboloni dengan filling cream aneka rasa. Standar keberhasilan membuat donat juga bertambah, bukan hanya dari segi rasa yang enak, empuk, preferensi donat mingkem atau mangap (saat digigit), juga adanya white ring dengan metode sekali atau dua kali balik.
Awal-awal ngadon lagi setelah bertahun-tahun tidak ngadon pasti ada kekagokan tersendiri. Harus liat resep lagi, mengerahkan indera untuk bisa merasakan apakah adonan ini pas atau tidak. Kadang juga ada yang bilang, untuk dapet donat mulus, menul, adonannya kudu dibanting.
Rasanya melihat kembali perjalanan donat juga trial ngedonat selama ini kok ya mirip2 sama urip. Banyak hal berkembang dalam kehidupan, yang kalau tidak cepat sesuaikan a.k.a adaptasi, akan kepontal-pontal atau apa ya bahasa Indonesianya, kepayahan atau tertatih. Menghadapi masalah (saya lebih suka nyebutnya UJIAN, sih), meski bahan utamanya sama: sabar, coba lagi, usaha terus, tawakal, tapi kadang kita butuh bermanuver dikit untuk mengganti cara pandang kita terhadap ujian. Karena tak jarang, ujian yang sama atau mirip2, penyelesaiannya bisa jadi berbeda. Sama kaya donat ya, bahan dasarnya sama, teknik dan standar lezatnya yang kini beragam.
Tak sekali dua kali dalam perjalanan ngedonat lagi ketemu sama gagalnya, yang adonan kempes abis digoreng, yang tidak mengembang sempurna, yang bantat sampai kaya jajanan gelek atau onde2 ketawa 🤣. Yang gagal gimana? Ya dimakan sendiri sambil tertawa-tawa. Ambil rehat berhenti sejenak, evaluasi apa yang salah, coba cari referensi, kemudian saat dah siap lagi ya ngadon lagi. Butuh belasan kilo tepung untuk sampai pada rasa dan tampilan yang kok rasanya saya jatuh cinta hihihi.. Mirip hidup ya.. gagal itu bukan berarti salah jika mau berhenti. SEJENAK saja. Ambil jeda, bernafas lagi, lihat lebih dekat lagi apa yang salah. Cari referensi atau mungkin tenaga ahli. Untuk kemudian lanjut lagi. Kadang benar kata rangorang yang tingkat pemahaman dan spiritualitasnya sudah tinggi, yang berbahaya itu jika kita terus-terusan kasih makan ego ke diri juga pikiran sendiri yang jadikan lebih mudah menyalahkan orang lain. Kalau di donat kadang banyak yang salahkan resepnya 😄.
Sekarang di tengah gempuran arus informasi juga media sosialisasi yang sak embuh2, kadang juga namanya manusia oleng hanya karena merasa (hanya MERASA ya) hidupnya tidak seindah teman-teman atau rangorang di layar gawai. Kadang yang namanya manusia lupa kalau rangorang kadang hanya membagi yang happy-happy saja. Dan untuk sebagian manusia lain, kadang perasaan2 itu yang menggerogoti pikiran sampai standar bahagianya bukan lagi berpusat pada diri sendiri tapi berdasar apa yang UMUM dilihatnya. Apalagi algoritma sosial media kan lucu2 ya, sekalinya kita cari tahu tentang patah hati, misalnya. Wew tab pencarian kita akan dipenuhi dengan konten2 patah hati yang percaya atau tidak bisa jadi makin bikin kita keki. Sampai lupa bahwa kebahagiaan juga perlu diupayakan.
Sama kaya donat kali ya.. donat-donat yang cantik, menul, itu juga seringnya melalui proses gagal yang tak sedikit. Mungkin karena kang donatnya bandel ga mudah menyerah (apalagi salahkan resep), jadi mulai terbiasa merasakan adonan yang pas yang seperti apa, waktu yang tepat untuk mengembangkan donat biar siap goreng berapa menit, dan lain sebagainya. Benar kata pepatah “bisa karena biasa.”
Dah ah nanti kepanjangan, maaf untuk yang kurang berkenan, karena ini hanya sebuah pikiran suka-suka dari saya yang suka banget makan donat sambil selonjoran. Tetap bahagia bersama orang-orang tercinta yaaa 😘😘. Kuat-kuat apapun ujiannya 🤗🤗